Wawancara dg ROMLI ,S.A, MA, Wakil Ketua PW Muhamadiyah Sumsel
HALAL HARAM FACEBOOK, TERGANTUNG YANG MENGGUNAKAN
Beberapa lembar surat pengaduan orang tua seketika melayang ke meja Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jawa Timur. Jumlahnya lebih dari 50 surat yang berasal dari sebagian orang tua. Inti suratnya, keberatan terhadap hadirnya facebook. Kontan saja ragam pengaduan ini mendapat respon dari kumpulan agamawan itu. Tetapi di satu pihak, fatwa haram facebook mendapat reaksi protes dari sebagian pengguna face book.
Masalahnya kemudian, bagaimana MUI sebagai lembaga pemegang ‘amanat fatwa agama’ harus dapat mengeluarkan ‘petuah’-nya tanpa harus merugikan hak kebebasan berekspresi pengguna facebook. Tentang hal ini, Imron Supriyadi dari Majalah PRESTASI gemilang, meminta tanggapan Dr.Romli, SA.MA, Wakil ketua PW Muhammadiyah? Berikut petikannnya;
Belakangan, ada rumor tentang fatwa haram fece book. Komentar anda?
Segala sesuatu sangat tergantung fungsi dan kegunaannya. Jangankan facebook. Hand Phone, internet dan fasilitas komunikasi lainnya bisa saja akan berakibat buruk bila tidak digunakan sebagaimana mestinya, sesuai dengan kegunaan dan fungsinya. Kalau sekarang ada rumor pengharaman facebook, nanti berbagai fasilitas terknologi seperti ponsel, internet dan sejenisnya bisa juga haram.
Menurut anda, kira-kira apa yang menyebabkan munculnya gagasan fatwa haram terhadap face book?
Dalam konsep fiqih itu ada istilah; sesuatu yang lebih banyak mudharatnya (membawa pengaruh buruk-red) maka harus dihindari. Menurut saya, mungkin ini berdasar pada kamanfataan dan mudharat facebook itu sendiri. Sebab, ada ke-khawatiran sebagian orang tua kalau-kalau facebook ini kemudian digunakan tidak pada semestinya, sehingga facebook lebih baik ditiadakan. Ini versi orang tua yang keberatan terhadap facebook. Tetapi sepanjang fasilitas komunikasi sejenis facebook atau alat komunikasi lainnya tidak diselewengkan dalam pemanfaatannya maka tidak mesti diharamkan.
Menurut anda face book lebih banyak manfaat atau mudharat?
Saya katakan tadi, semua tergantung manusia yang menggunakan. Kalau kemudian diharamkan, bukan facebooknya yang haram, tetapi penyimpangan dalam menggunakan facebook itu yang haram. Artinya, semua fasilitas teknologi yang saat ini berkembang tetap berpotensi untuk disimpangkan fungsinya. Makanya, sekarang tinggal bagaimana orang yang memanfaatkan fasilitas itu, akan tetap dalam koridor ajaran dan nilai-nilai kebaikan atau malah seballiknya. Jadi dalam masalah ini bukan facebook secara fisik yang kemudian menjadi haram, tetapi perilaku manusia yang melakukan penyimpangan dalam menggunakan facebook itu yang kemudian tidak boleh.
Ada permisalan atau analogi yang bisa dicontohkan?
Misalnya saja. Mohon maaf ya. Facebook, kalau kita umpamakan dengan organ vital manusia bisa menjadi haram ketika organ vital ini digunakan untuk berzina. Tetapi ketika organ vital manusia ini disalurkan melalui akad pernikahan terlebih dahulu, jelas akan menjadi bagian rahmat bagi pasangan suami istri. Dan itu halal. Dengan permisalan ini bukan kemudian kita haram memiliki organ vital, tetapi menyimpangkan kegunaan organ vital manusia itu yang haram, karena melanggara tata aturan dan nilai-nilai agama. Jadi halal dan haramnya organ vital manusia bukan pada kepemilikan bendanya, tetapi pemanfaatan yang bersangkutan yang mesti dikontrol dengan aturan main yang jelas, yaitu melalui pernikahan supaya tidak terjebak dalam perzinaan, demikian pula dalam konteks facebook ini.(*)
FACEBOOK TERGANJAL MORAL?
Bagi sebagian masyarakat yang sering bersentuhan dengan teknologi, sudah pasti tidak asing lagi dengan fasilitas facebook di internet. Tetapi dugaan ini ternyata meleset. Sebab, masih banyak diantara pengguna internet, yang asing dengan facebook. Bahkan sebagian diantara mereka ada sebagian praktisi akademis di kampus di sekolah.
Tapi keterasingan mereka bukan lantaran mereka tidak mau tahu, melainkan tingkat kesibukan akademis yang sudah banyak menyita waktu, sehingga tidak sempat lagi menggunakan fasilitas facebook. Bagi pengguna internet yang masih belum kenal dengan facebook, tidak usah khawatir, sebab PRESTASI gemilang pada edisi kali ini akan mengajak pembaca untuk mengnal sepintas tentang facebook. Dalam catatan di media onlie, facebook diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard.
Facebook yang merupakan situs jejaring sosial, memang menjadi fenomena tersendiri di dunia maya. Dengan menafaatkan facebook tersebut, orang-orang dapat dengan mudah bersosialisasi tanpa dipengaruhi oleh jarak. Facebook, yang diciptakan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard pada awalnya menciptakan facebook hanya untuk kalangan terbatas para siswa Harvard College. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, maka penggunaan facebook ini diperluas ke beberapa Universitas atau College yang pada akhirnya seluruh penduduk dunia dapat mengakses serta menggunakan situs jejaring sosial yang bernama Facebook ini. Menjadi fenomenal memang, dimana Mark Zuckerberg yang bernama asli Mark Elliot Zuckerberg seorang pria muda kelahiran 4 Mei 1984 dapat membuat suatu konsep yang brillian tentang suatu website jejaring sosial yang menggunakan konsep foto untuk pembuatannya.
Dalam waktu dua minggu setelah diluncurkan, separuh dari semua mahasiswa Harvard telah mendaftar dan memiliki account di facebook. Tak hanya itu, beberapa kampus lain di sekitar Harvard pun meminta untuk dimasukkan dalam jaringan facebook. Zuckerberg pun akhirnya meminta bantuan dua temannya untuk membantu mengembangkan facebook dan memenuhi permintaan kampus-kampus lain untuk bergabung dalam jaringannya. Dalam waktu 4 bulan semenjak diluncurkan, facebook telah memiliki 30 kampus dalam jaringannya.Dengan kesuksesannya tersebut, Zuckerberg beserta dua orang temannya memutuskan untuk pindah ke Palo Alto dan menyewa apartemen di sana.
Facebook yang merupakan sebuah website social networking sampai saat ini ramai dibicarakan dan digemari oleh semua kalangan masyarakat, termasuk mulai menjadi perhatian pengguna internet di Indonesia. Keberadaan facebook memang cukup mengejutkan dengan tingkat pemakai yang cukup besar termasuk Indonesia. Akan tetapi, kehadiran facebook diibaratkan seperti dua mata uang ada yang positif dan ada yang negatif. Facebook dapat dijadikan sebagai sarana menyambung komunikasi antara seseorang dengan orang lain yang bisa saja selama ini mereka sudah jarang atau tidak pernah bertemu lagi, karena di pisahkan oleh waktu maupun jarak.
Maraknya pengguna facebook dengan bermacam fasilitasnya ini, tidak sedikit dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan komunikasi yang menurut sebagian orang tua keluar dari ”rel” kebaikan. Misalnya untuk sesuatu yang berbau pornografi dan esek-esek. Dari sinilah kemudian puluhan orang tua kemudian mengirim surat ke MUI Jawa Timur untuk menyatakan keberatan terhadap hadirnya facebook.(*)
”FACEBOOK, DIA DISETIR BUKAN DIA MENYETIR”
Wawancara Dengan H.Legawan Isa, M.A,
Dosen IAIN aden Fatah Palembang
Laporan Romi Maradona
Beberapa waktu yang lalu masyarakat sempat dihebohkan oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan rokok, kini giliran facebook yang diharamkan. Namun pengaharaman facebook ini banyak menuai kontroversi. Pengharaman situs ini berawal dari Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur yang terdiri atas delegasi santri putri mereka mengharamkan penggunaan jejaring sosial, seperti friendster dan facebook, serta pesan singkat lewat ponsel (SMS) dan 3G (telepon video) jika digunakan secara berlebihan.
Dalam pertemuan lain, tepatnya pada 20-21 Mei 2009 telah dilakukan pertemuan di Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo Kediri yang dihadiri oleh perwakilan dari 50 Ponpes di Jawa Timur dalam rangka pertemuan para anggota bahtsul masail yang membahas salah satu hukum penggunaan internet. Salah satu keputusan dari pertemuan tersebut adalah memberi putusan bahwa facebook (situs jejaring sosial) yang sangat populer hukumnya haram. Tapi dengan catatan jika digunakan sebagai media untuk mendapat pacar atau mencari calon istri.
Dalam soal ini, Mukhlisin salah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di salah satu Universitas di Yaman mengatakan, kita tidak bisa menentukan tentang halal dan haramnya facebook. Sebab, masalah halal dan haram hanya bisa ditentukan bila ada dalil, baik dari Al-quran maupun As-sunnah.
Ia juga menambahkan, perkara selain yang dihalalkan atau di haramkan oleh Al-quran dan hadis adalah perkara yang mubah atau dibolehkan. Akan tetapi, perkara yang mubah itu bisa menjadi haram kalau kita menggunakanya untuk sesuatu yang haram. Begitupun sebaliknya, sama seperti makan nasi hukum makan adalah mubah atau dibolehkan. tetapi kalau makanya terlalu berlebihan hingga membuat diri kita mati maka makan itu menjadi haram.
Sementara, Sukmawati salah seorang mahasiswi lain mengatakan, kita jangan menutup diri mengenai hal ini. Karena itu bisa membuat kita ketinggalan informasi atau memiliki pemikiran yang kurang berkembang. Padahal, banyak juga hal positif yang bisa kita peroleh dari ber-fecebook (FB). “Misalnya bertemu dengan kawan lama maupun kawan baru, bisa sharing ilmu dan info yang positif, asal pintar-pintar kita saja menyaring hal-hal negatif dari facebook, dan jangan sampai lupa waktu hanya gara-gara facebook.
Seiring dengan itu, H.Legawan Isa, Dosen IAIN Raden Fatah Palembang mengatakan, facebook itu benda mati. Sifatnya benda mati itu disetir manusia, bukan facebook yang menyetir kita. Masalah haram dan halal itu tergantung penggunaanya. Dengan facebook, kita bisa menjalin silaturahim dengan teman yang jauh. Ia juga menambahkan, situs ini juga bisa menjadi haram jika menguntungkan musuh-musuh Islam yang mana, dana yang didapat dari situs ini dibuat untuk memerangi Islam seperti pengharaman produk-produk Amerika(*)
FACEBOOK, HALAL ATAU HARAM?
Berawal dari kekhawatiran beberapa kalangan, khususnya para orang tua yang menyampaikan kepada MUI mengenai Facebook yang dikhawatirkan menjadi ajang atau biang dari perselingkuhan dan perzinahan sehingga MUI berinisiatif untuk mengeluarkan fatwa haram facebook. Ada apa dengan facebook sebenarnya?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa facebook bisa menjadi haram dan tidak haram. Menurut mereka, facebook haram tergantung dari cara pemakaian. Kalau tujuan baik dan benar, maka tak ada larangan menggunakannya, tapi sebaliknya, bila untuk tujuan negatif maka haram. Jadi itu semua juga kembali kepada kita sebagai pengguna facebook. Jika kita mempunyai keinginan untuk menggunakan facebook untuk melakukan aktifitas yang negatif mungkin saja kita dapat mengatakan bahwa facebook itu haram, dan jika kita menggunakan facebook dengan menjalin tali silaturahmi antar sesama maka facebook mungkin belum dapat dikatakan haram.
Menurut MUI, keprihatinannya terhadap adanya situs pertemanan seperti facebook, karena timbulnya hal-hal di dunia maya yang dirasa tidak sejalan dengan hukum Islam dan mengandung banyak kontroversi. (SuaraMedia News). Berdasarkan data internal yang dimiliki Lembaga Independen Pusat Operasional Facebook (LIPOF), Palo Alto California, Amerika Serikat menyebutkan dari 235 juta masyarakat Indonesia, sekira 813.000 pengguna facebook.
Melejitnya para pengguna facebook di Indonesia ini menyulut kekhawatiran sekira 700 tokoh muslim di Surabaya, Jawa Timur untuk segera mengeluarkan fatwa terhadap facebook. Mereka menilai menjamurnya jejaring sosial tersebut dirasa akan memberikan dampak negatif bagi umat muslim Indonesia dan dapat digunakan untuk transaksi seks terselubung.
"Para tokoh muslim atau Imam di Indonesia berpandangan sebaiknya ada fatwa atau batasan aturan dalam jejaring sosial maya, dimana dalam pandangan mereka pergaulan terbuka mampu mengundang birahi atau hasrat yang di dalam ajaran Islam diharamkan," ujar juru bicara Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, Nabil Haroen seperti dilansir Assosiation Press, pekan lalu.
Sesuai ajaran muslim, cara mengantisipasi dari hal yang tidak diinginkan, pihak pesantren masih memperbolehkan para siswanya terdaftar sebagai pengguna facebook, namun dengan batasan penyaringan dari situs yang berbau porno atau yang mengundang syahwat birahi.
Senada dengan Nabil, anggota MUI lainnya, Amidhan mengatakan dengan bertambahnya pengguna facebook memungkinkan peluang terbukanya pembicaraan pornografi, dan meningkatnya tingkat perselingkuhan di Indonesia yang tidak sesuai dengan ajaran budaya timur.
Sementara itu, menanggapi kontroversi keberadaan facebook, juru bicara facebook, Debbie Frost menyatakan, keberadaan situs pertemanan itu adalah jejaring sosial maya yang memudahkan para penggunanya untuk selalu berkomunikasi dan berhubungan satu sama lain, dalam agenda yang positif.
Secara pribadi, Amidhan menilai situs pertemanan itu tidak selalu berdampak negatif. Dengan catatan, tergantung kepada penggunanya. "Kalau digunakan murni untuk kebaikan, saya kira tidak ada masalah tapi kalau menimbulkan hal-hal tidak baik dan negatif ya harus ditindak," tuturnya. Jika nantinya kontroversi mengenai facebook ini terus mengemuka, menurut Amidhan, MUI akan membahasnya lebih lanjut. Namun diakuinya, MUI tidak bisa berbuat banyak. "Kita kembali ke pemerintah untuk membatasi hal-hal negatif itu, MUI hanya bisa mencegah," tuturnya.
Selain itu, facebook bisa menjadi haram apabila digunakan untuk sesuatu yang bersifat porno alias bokep. Tidak hanya facebook tapi semuanya diinternet yang digunakan untuk hal negatif hukumnya haram. Bahkan para kiyai Jawa Timur telah konon tengah menyusun team untuk membahas khusus penggunaan internet dan menghukuminya dalam kacamata fiqih. (net/okz/s.med)
TERORISME DAN REKAYASA AMERIKA
Oleh Imron Supriyadi
(Penulis adalah Jurnalis di Palembang)
Lennin, tokoh komunis dunia, pernah mengemukakan; musuh terbesar setelah tumbangnya komunisme adalah Islam. Kalimat ini kesannya usang, tetapi bagi kelompok anti Islam, pernyataan Lennin inilah yang kemudian tetap menjadi pijakan bagi sekutu musuh Islam, untuk terus menerus mengobarkan anti Islam.
Historis kekalahan kaum Yahudi dalam perang Salib meski sudah klise dibicarakan, tetapi sejarah sakit hati itu tidak akan habis oleh pergesaran zaman dan waktu. Bahkan dengan sejarah itulah, dalam setiap generasi ke generasi sekutu musuh Islam terus menerus melakukan doktrin, bahwa Islam adalah musuh terbesar setelah komunis tumbang.
Sedemikian kuat doktrin itu, sedemikian kuat pula kelompok anti Islam akan tetap melakukan serangan terhadap Islam dalam bentuk dan dengan cara apapun. Amerika sebagai negara super power juga menjadi bagian dari mesin penggerak anti Islam di dunia, meski pada fakta lain pusat gerakan Islam internasional (Islamic Centre) juga berada di negara adidaya ini. Tetapi dibalik itu, sikap permusuhan Amerika bersama sekutunya terhadap Islam tetap saja tersimpan dalam catatan sejarah. Tentunya, sejarah ini akan selalu menjadi pijakan dalam setiap gerakan di beberapa negara (baca; umat Islam) di dunia untuk melemahkan kekuatan gerakan Islam, sebagai bagian dendam sejarah Yahudi dalam kekalahan Perang Salib.
Dalam konteks kekinian, serangan Amerika (anti Islam) terhadap kekuatan Islam, tidak dilakukan melalui pendekatan militer sebagaimana kretika Amerika melumpuhkan komunis, meski dalam sejarah Amerika juga sempat kalah oleh Soviet. Mengiringi perkembangan zaman, kecerdasan Amerika yang kemudian menyedot perhatian dunia internasional dimanfaatkan Amerika untuk melakukan serangan terhadap kekuatan Islam melalui berbagai dimensi. Di Indonesia salah satunya, Amerika menyerang Islam melalui politik, sosial dan kebudayaan.
Film, fashion, club-club malam, minuman keras, cafee remang-remang, pergaulan bebas dan sejenisnya telah menjadi senjata ampuh Amerika untuk mengobarkan anti Islam terselubung. Korbannya siapa lagi kalau bukan generasi Islam sendiri. Dengan kata lain, secara fisik Amerika tidak membombardir mortir dan mesiu di Indonesia, tetapi menyitir pernyataan almarhum WS Rendra, secara ideologis, kebudayaan, politik dan ekonomi, bangsa ini sudah 80 persen dikuasai negeri Paman Sam dan sekutunya. Contoh kecil saja, di rumah kita bisa memotong satu erkor ayam dengan membelinya di pasar seharga 30 ribu rupiah. Tetapi karena ada sikap gengsi, kita sering memilih membeli ‘ayam instan’ siap saji ala Amerika (KFC) di beberapa Mall kota besar.
Terlepas dari perspektif performant art (keindahan garapan seni), berapa banyak film produk Amerika yang secara gamblang menabur keburukan Islam di mata dunia internasional. Belum lagi siaran televisi Indoneia yang cenderung ‘meniru’ bahkan meng-impor Amerika dengan bermacam program dari A sampai Z, tanpa menimbang dampak moral yang ditimbulkan dari acara tersebut. Pakaian, pergaulan dan masih banyak lagi simbol-simbol Amerika yang ditelan mentah-mentrah oleh generasi bangsa ini, bukan remaja tetapi juga kalagan tua sudah menjadi trend dan gaya hidup.
Terhadap munculnya teroris, menurut saya juga menjadi bagian setting Amerika untuk menghancurkan Islam di mata dunia. Sudah menjadi sejarah, dalam setiap gerakan politik di belahan dunia manapun, Amerika selalu berada dibalik semuanya, baik berlatarbelakarang ekonomi, sosial, politik bahkan agama. Dalam konteks politik Indonesia, kejatuhan Bung Karno juga sangat kental keterlibatan Amerika (Keterlibatan CIA dalam Kejatuhan Soekarno ; 2009). Kemudian kejatuhan Gus Dur, juga tidak lepas dari urun rembug Amerika di belakangnya, termasuk naiknya SBY sangat mungkin Amerika juga terlibat di dalamnya, meski masih memerlukan kajian lebih detil.
Upaya Amerika menciptakan terorisme di Indonesia diduga kuat dimulai sejak pemerintah Indonesia melarang bantaun langsung dari luar negeri ke kantong-kantong Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pasca jatuhnya Orde Baru. Di masa itu, beberapa lembaga donor yang notabene-nya corong Amerika demikian gencar menggulirkan dana bantuan ke berbagai lembaga swasta. Tujuan awalnya untuk mengampayekan demokratisasi di Indonesia melalui beberapa LSM. Hampir semua gerakan untuk mendorong demokrasi Indonesia didanai melalui berbagai kegiatan.
Guliran dana ini kemudian masuk pula ke beberapa lembaga Islam, baik Islam yang beraliran moderat, abagan, santri maupun aliran tradisional. Di satu sisi, selain menggulirkan dana, dalam konteks ideologis Amerika juga menggulirkan ‘tafsir-tafsir sekuler’ terhadap pemahaman agama Islam, melalui beberapa tokoh Islam yang sebelumnya sudah didanai secara gratis (beasiswa) untuk menempuh studi di Amerika. Sepulang di Indonesia, beberapa tokoh kemudian menebar sekulerisasi, baik melalui seminar maupun dalam institusi pendidikan. Intinya, Amerika menginginkan adanya benturan antara Islam tradisional dan Islam moderat dengan menggulirkan isu-siu baru. Ketika pertentangan dua kubu Islam terjadi, Amerika kemudian menciptakan isu baru, baik yang berhubungan langsung dengan konflik Islam itu sendiri atau dengan isu lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan agama.
Dalam hal terosrisme, ketika kemudian di era Megawati didesakkan menjadi Undang-Undang, semua juga tidak lepas dari intervensi Amerika. Bahkan penahanan Abu Bakar Ba’asyir juga bagian dari setting Amerika. Targetnya, Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki ini harus ditahan sebagai bagian pelaku teror, meski dengan alasan yang tidak cerdas, yaitu bepergian ke Malaysia tanpa paspor. Munculnya Ba’asyir sebagai narapidana politik, sedikit banyak telah menciderai umat Islam, khususunya kalangan pesantren. Tujuan Amerika bukan ingin menghancurkan pesantren secara sporadis melalui gerakan militer, tetapi menciptakan publik opini di masyarakat, pesantren adalah sarang teroris. Terget ini berhasil, ketika kemudian Indonesia dengan segenap aparatnya melakukan inspeksi ke setiap pesantren. Apa yang timbul kemudian? Masyarakat tidak ingin memasukkan putra-putrinya ke pesantren, karena dalam faktanya beberapa pelaku teroris mayoritas almunus pesantren. Sikap sebagian masyarakat yang anti persantren inilah yang sebenarnya menjadi target Amerika, dalam upaya menggerogoti kader-kader militan Islam. Ada upaya de-moralisasi agama di dalamnya.
Dalam catatan lain, Amerika sedemikian kental dikenal sebagai negara yang selalu berdiri diantara dua kaki (standar ganda). Di satu sisi mengampayekan HAM dan demokrasi, tetapi di sisi lain Amerika juga yang melanggar HAM dan demokrasi dengan beberapa gerakan militernya di beberapa negara Islam tanpa kompromi. Dengan fakta ini, bukan tidak mungkin gerakan teroris ini juga bagian dari setting (strategi) Amerika untuk menghancurkan Islam. Pertanyaannya adalah, kalau ini setting Amerika tetapi mengapa banyak orang Amerika juga yang menjadi korban bom dari teroris? Sekali lagi, dari awal saya sebutkan, Amerika adalah negara yang berstandar ganda, oleh sebab itu Amerika tidak segan-segan juga mengorbankan warganya sendiri dengan mengambingtamkan orang lain (kalangan Islam), selagi target dan tujuannya tercapai.
Dengan analisa ini, boleh saja orang beranggapan ini adalah tuduhan yang tidak berdasar. Tetapi sangat mungkin, tokoh teroris yang kini menjadi otak pengeboman di berbagai negara bukan semata-mata jihad, tetapi ada target material, yang sama sekali tidak diketahui oleh para ‘pengantin’ yang siap mengenakan bom bunuh diri atas dasar membela Islam. Menyitir kalimat seorang tokoh politik, ada lelucon, Noordin M Top memang bukan untuk ditangkap tetapi untuk dicari, supaya paket senjata ke pelaku teroris tetap berjalan, sekaligus dapat menggerakkan roda perekonomian Amerika melalui pengiriman peralatan militer ke kelompok teroris di beberapa negara. (Palembang, 15 Agustus 2009)
SMK VS PESANTREN
A. Madjid,M
Guru Kaligrafi Indonesia di Sumsel
Harga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini seolah sedang melambung. Tak beda jauh dengan harga sembako, yang kian hari juga terus membumbng tinggi, seiring dengan janji-janji elit politik yang akan menaikan gaji pegawai di semua bagian dan eselon. Maraknya perbincangan SMK ini, tidak lepas dari gagasan Mendiknas yang pada 2015 ditargetkan menjadi 70%. Sementara SMA hanya 30%. Katanya, gagasan ini untuk mengurangi jumlah pengangguran.
Saya setuju dengan gagasan itu. Sebab, dengan makin banyaknya jumlah SMK minimal dapat menambah Sumber Daya Manusia (SDM) terampil yang siap masuk dalam dunia kerja. Ini menjadi penting, sebab dalam catatan saya banyaknya perguruan tinggi juga tidak kemudian mengurangi jumlah pengangguran. Malah sebaliknya, ada tuduhan, perguruan tinggi juga turut andil dalam menyumbang jumlah pengangguran. Tidak sedikit diantara sarjana yang menganggur dan kalah oleh alumnus SMK, meskipun mereka hanya menjadi buruh bangunan. Tetapi dalam bidang tertentu, alumnus SMK lebih siap dari pada alumnus perguruan tinggi. Bahkan, alumnus perguruan tinggi tidak jarang harus menjadi ‘tenaga administratif’ di sebuah pesantren yang dipimpin oleh seorang modin tamatan Aliyah, setingkat SMA.
Mengapa saya berani mengatakan itu? Sekarang kita buat persentase, berapa banyak almunus perguruan tinggi yang kemudian mendirikan lembaga pendidikan setingkat taman kanak-Kanak (TK), dengan alumnus pesantren yang juga sanggup mendirikan pesantren? 60% alumnus pesantren menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan membentuk pengajian kecil, yang secara bertahab menjelma menjadi pondok pesantren. Lantas berapa banyak alumnus perguruan tinggi yang mampu melahirkan lembaga pendidikan TK, kursus dan lain sebagainya setelah selesai menjadi sarjana? Apalagi perguruan tinggi?
Sepertinya, konsep pesantren dengan segala disiplin ilmu dan ketatnya aturan di dalamnya, paling tidak dapat menjadi inspirasi bagi keberlanjutan gagasan Mendiknas ini. Maksud saya, tidak mesti SMK menjadi pesantren, tetapi penerapan disiplin versi pesantren bisa menjadi acuan dasar bagaimana menanamkan mentalitas membangun, sistem (lembaga) sendiri diluar sekolah kepada peserta didik, bukan malah menjadi mengantarkan peserta didik menjadi ‘peminta bangunan’ tanpa ada keinginan untuk mendirikan bangunan sendiri setelah mereka tamat.
Perlunya belajar dari pesantren ini, bukan pada sisi fisik dan sistemnya saja, tetapi jauh lebih penting lagi adalah bagaimana menanamkan rasa malu ketika berbuat tidak baik di luar sekolah. Dalam tradisi pesantren, sudah terbiasa bila kemudian ada santri yang mengatakan ; saya malu melakukan seperti itu, sebab saya muridnya kiai si A. Jadi saya tidak pantas melakukan perbuatan itu. Atau saya malu kalau tidak bisa mengaji, sebab saya muridnya kiai si B.
Dalam pendidikan luar pesantren hampir tidak pernah dijumpai kalimat serupa, misalnya; saya malu berbuat seperti itu, karena saya alumni perguruan A, atau saya malu kalau tidak bisa mendirikan sekolah, sebab saya adalah murid dari rektor B. Pernahkah kita mendengar alumnus perguruan tinggi atau sekolah umum yang mengatakan itu? Kalaupun ada, hanya ada 1:1000 (satu banding seribu). Sepintas, ini terkesan ketakutan fisik pada kiai. Tetapi dengan kesadaran itu, menjadi satu pertanggungjawaban moral murid, bukan terhadap kiai dan lembaga tempat dia menimba ilmu saja, tetapi juga bertanggungjawab atas dirinya sendiri untuk berdikari sebagaimana yang diajarkan oleh kiai di pesantren.
Dorongan untuk memunculkan kesadaran itu, tentu harus dimulai dari setiap si pendidik (guru, ustadz dan dosen). Selama ini, peserta didik di sekolah dan di kampus, disibukkan oleh urusan akademik, persaingan nilai, IPK dan lain sebagainya. Belum lagi, materi di lembaga pendidikan juga cenderung mengarahkan peserta didik untuk menjadi pekerja setelah tamat sekolah atau kuliah, bukan menjadi pembuka lapangan pekerjaan. Hanya ada satu atau dua orang tenaga didik yang kemudian membangkitkan kesadaran pada peserta didik, bagaimana setelah tamat si peserta didik dapat berdiri dengan gagah, dan menepuk dadanya sendiri lalu berkata; inilah saya, bukan berbalik; inilah bapak saya!, membanggakan kebesaran nenek moyangnya.
Mengiringi gagasan Mendiknas itu, sepertinya memang perlu adanya pembentukan sistem baru, dalam arti tidak bisa seorang peserta didik sebatas mendorong di dalam sekolah, tanpa menciptakan sistem yang ‘memaksa’ murid untuk melakukan latihan secara rutin demi penguasaan bidang tertentu. Tidak bisa seorang pendidik sekedar memerintahkan murid untuk belajar mengarang, sementara murid dibiarkan liar tanpa ada sistem yang mengatur, kapan karangan dikumpul, kapan karangan dibuat dan kemana karangan diserahkan, sampai akhirnya akan bagaimana karangan itu setelah layak jual. Banyak hal yang memang harus dipertimbangkan kembali, mengiringi gagasan Mendiknas itu, termasuk bagaimana mendorong pemerintah agar membuka lapangan kerja seluas-luasnya, sehingga kita tidak kembali di tahun 80-an, ketidaksesuaian antara jumlah alumnus sekolah pendidikan guru dengan daya serap di berbagai sekolah.
Tetapi, diluar target besar yang menjadi tujuan akhir dari gagasan Mendiknas itu; mengurangi jumlah pengangguran, saya ingin mengatakan, untuk membangkitkan mentalitas peserta didik agar siap menjadi manusia mandiri adalah, bagaimana mendorong setiap peserta didik untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungannya, sekecil apapun. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan nabi, rahmatan lil ‘alamiin; membawa rahmat bagi lingkungan. Praktiknya dengan kegiatan ekstra, kegiatan kampus dan lain sebagainya. Bila kesadaran ini sudah melekat, maka Insya Allah usai menamatkan sekolah, tidak akan ada lagi peserta didik yang berdiam diri di rumah, hanya sekedar main game atau nongkrong di pinggir jalan tanpa ada manfaatnya. Sebab dalam hatinya telah tetanam, tugas manusia adalah menebar manfaat sebanyak-banyaknya pada diri sendiri dan orang lain, sekecil apapun!(*)
MENGAPA SMK SEBAGAI PILIHAN?
Oleh Drs. Haryadi, M.Pd.
Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
SMK, ”Cerdas, Siap Kerja, dan Berani Berkompetisi”
(Tantowi Yahya)
Langkah-langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan jumlah SMK sudah digaungkan sejak tahun 2008. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rembug Pendidikan Nasional (RPN) pada Februari 2008 tentang penyeimbangan jumlah siswa SMK:SMA. Untuk menjadikan rasio jumlah siswa SMK:SMA adalah 67:33 pada tahun 2014.
Pada Tahun 2009 ini diharapkan mampu mencapai 50:50, maka Dinas Diknas kabupaten dan kota perlu melakukan kebijakan yang mendukung pencapaian target tersebut. Kebijakan itu dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan Sumber Daya Manusia (SDM) tingkat menengah yang siap kerja, cerdas, dan kompetitif yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2012, Provinsi Sumatera Selatan membutuhkan sekitar 100.000 tenaga kerja. Sebagian besar dari angka itu diharapkan berasal dari lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berkualitas (dialog Mendiknas, Gubernur dan Kepala Sekolah se-Sumsel). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Mendiknas mengemukakan, pengembangan SMK harus dipercepat, mengingat saat ini rasio SMA:SMK adalah 70:30. Bila perlu pemerintah daerah mengambil langkah untuk mengubah SMA menjadi SMK, terutama SMA yang dianggap “memble”. Lebih lanjut dikemukakan, “Seperti Sumsel, kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Alangkah baiknya jika SMK pertambangan diperbanyak, sehingga nanti yang akan bekerja di bidang pertambangan semua putra daerah,” kata Mendiknas.
Pengembangan SMK
Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengemukakan, perkembangan SMK juga merupakan perhatian yang sangat besar baginya. Rasio SMA:SMK 70:30 akan dibalik. Bahkan ke depan perkembangan SMK tidak akan dilakukann setengah-setengah. Sebagai contoh, SMK Negeri 6 yang sudah menyandang status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Namun, perkembangannya masih sangat lamban, sehingga diperlukan dorongan (stimulus) dari pemerintah daerah untuk men-support pendanaan. SMKN 6 akan di tingkatkan sebagai sekolah modern dengan menjadikan SMKN 6 menuju standar Internasional dengan bantuan dan peranan BUMN.
Di samping itu, pengembangan SMK dipercepat pelaksanaannya untuk mendukung pembangunan Sumsel dalam empat tahun ke depan. Diperkirakan Sumsel membutuhkan tenaga kerja yang siap dengan keahliannya, sebanyak 100.000 orang. Sebagain besar diambil dari luklusn SMK. Oleh karena itu, menurut Alex Noerdin untuk program sekolah gratis dan berobat gratis sudah selesai. Fokus pembangunan di Sumsel sekarang adalah menyiapkan tenaga kerja. Dengan perekonomian yang meningkat, maka masyarakat Sumsel tidak akan ada lagi “pengangguran”.
Pada tahun 2009, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera selatan menganggarkan dana 7,2 Milyar untuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMK. Satu SMK mendapatkan 1,2 Milyar. Menurut Drs. H. Tarmizi Mairu.,M.M, sekretaris Disdik Provinsi Sumsel mengatakan, enam SMK tersebut akan dibangun di daerah pemekaran Sumsel, di antaranya Kabupaten Empat Lawang, OKU Selatan, dan Lahat. Sedangkan menurut Budiyono, S.Sos, M.Si., Kepala Sub Bagian Penyuluhan Program Evaluasi dan Pelaporan, pembangunan SMK ditagertkan triwulan pertama tahun 2009 sudah mendapatkan SK Gubernur. Saat ini jumlah SMK di Sumsel berjumlah 135, terdiri dari 27 SMK Negeri dan 108 SMK Swasta, dengan total sebanyak 50.347 siswa. Sedangkan SMA berjumlah 418 sekolah, terdiri dari SMA Negeri 180 dan 238 SMA Swasta. Oleh karena itu, untuk mencapai target rasio yang ditetapkan pemerintah pusat, jumlah SMK ini masih rendah, sehingga perlu peningkatan dan pembinaan keberadaan SMK. Lebih lanjut dikemukakan bahwa di Sumsel memiliki 8 SMK Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI). Terdiri dari Palembang tiga SMK (SMKN 6, SMKN 2, dan SMKN 4), Lahat satu SMK, Muara Enim dua SMK, dan Kayuagung dua SMK.
Mengapa SMK sebagai Pilihan?
Bagi anda yang mempunyai hobby, keahlian, dan mampu menekuni satu bidang tertentu, maka SMK adalah sebagai pilihan. Mengapa anda memilih SMK? ada beberapa alasan yang perlu dikemukakan mengapa SMK sebagai pilihan. Pertama, karena hobby dan ingin menjadi teknisi otomotif andal dan yang dicari pekerjaan, kreatif dan inovatif di bidangnya, serta bisa menjadi seorang wirausahawan dalam bidangnya.
Kedua, di dalam SMK terdapat jurusan dan konsentrasi yang dapat dipilih sesuai dengan keinginan. Misalnya, teknik audio (elektronik) secara khusus tujuan program keahlian teknik audio video adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan, agar kompeten di bidangnya. Dengan penguasaan keterampilan ini, diharapkan akan menciptakan alumnus; (1) Dapat bekerja baik secara mandiri maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah. (2) Dapat memilih karir, berani berkompetisi, dan mengembangkan profesionalitasnya dalam program keahlian audio video.
Ketiga, SMK akan menciptakan arsitek-arsitek yang andal dan kreatif serta mampu menjadi arsitek yang mengetahui penciptaan dan penanganan gambar bangunan. Keempat, SMK juga dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik dan menjadi warga negara yang baik, serta dapat menerapkan hidup sehat, memiliki wawasan pengetahuan dan seni.
Penyaluran Lulusan SMK
Untuk menyalurkan lulusan SMK, khususnya SMK Negeri membentuk lembaga Bursa Kerja Khusus (BKK). Tugasnya adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan tingkat daerah, nasional, dan internasional. Rata-rata lulusan yang dapat disalurkan sebesar 90%. Hal ini berkaitan dengan kualitas lulusan yang bekerja di perusahaan tidak mengecewakan. Oleh karena itu, beberapa perusahaan melakukan tes agar dapat disalurkan di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan.
Bagi para alumnus SMK yang ingin menjadi tenaga yang andal, maka anda harus memiliki prinsip kemandirian. Dengan demikian, sikap ketergantungan kepada orang lain sebaiknya dihindari. Hal ini akan menghambat kesuksesan dan keberhasilan anda. Oleh karena itu, siapkan diri anda bahwa anda ingin berubah.(*)