BERMIMPI MENJADI CHINA KEDUA


Peningkatan jumlah SMK menjadi 70% dan SMA 30 % ditargetkan terwujud
di tahun 2014. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Joko Sutrisno merasa optimis bila SMK berkembang sesuai rencana, Indonesia akan bisa menjadi China kedua dalam hal industri.
Perlu peubahan sistem pendidikan?

***
Carilah Ilmu sampai negeri China. Demikian sebuah syair arab yang sering dijadikan sandaran sebagian orang. Meski tidak secara langsung berdasar pada syair itu, tetapi syair ini dapat selaras dengan cita-cita melambung terhadap target peningkatan jumlah SMK 70% dan SMA 30% yang menurut Joko, bila progam ini berjalan sesuai rencana, bangsa ini akan dapat menjadi China kedua.
Berkiblat ke China dalam hal industri memang bukan satu dosa bagi negeri Garuda Pancasila ini. Sebab, sebagaimana banyak dilansir media, faham komunis dan sistem politik tertutup yang dianut negara China dulu, bahkan dijuluki negara Tirai Bambu– mengakibatkan China sedikit dikucilkan dalam pergaulan internasional. Dari segi wilayah dan penduduk dan wilayah, China sangat tidak mungkin untuk dikucilkan, tapi kenyataan menunjukan hal demikian.
Hal ini disadari oleh Deng Xiaoping. Sejak Xiaoping memegang tampuk kekuasaan pada akhir 1970-an, PKC (Partai Komunis Cina) telah menegaskan legitimasinya dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan menggunakan kekuatan ekonominya sebagai pendogkrak untuk mendapatkan pengakuan yang lebih besar secara internasional.
China memfokuskan diri dalam perdagangan asing sebagai kendaraan utama untuk pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka mendirikan lebih dari 2000 zona ekonomi khusus Special Economic Zones (SEZ) di mana hukum investasi direnggangkan untuk menarik modal asing. Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999 dengan jumlah populasi penduduk hampir 1,25 miliar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita. China menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga terbesar di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Pendapatan tahunan rata-rata pekerja Cina adalah $1.300, atau 1.3000.000,- per keluarga. Angka ini bila harga dollar sebesar Rp. 10.000,-. Dengan demikian dapat diperkirakan, satu orang karyawan di China dalam satu bulannya mendapat penghasilan 108,3 juta rupiah lebih.
Dengan perkembangan ekonomi seperti itulah, China diyakini sebagai salah satu negara yang tercepat di dunia, sekitar 7-8% per tahun menurut statistik pemerintah China. Kekuatan ekonomi ditunjukkan dengan proses industrialisasi yang mapan dan hasil produksi yang besar juga. Di beberapa industri, terutama industri padat karya, China menjadi pemain global yang dominan saat ini. Pabrik-pabrik China memproduksi 70% mainan, 60% sepeda, setengah industri memproduksi sepatu, dan sepertiga industri memproduksi tas di dunia. China juga memproduksi setengah oven microwave (alat memanggang) di dunia, sepertiga televisi dan perangkat AC, seperempat mesin cuci di dunia, dan seperlima lemari es-nya. Produk ini menunjukan pesatnya pertumbuhan ekspor China. Tetapi China tidak bisa mendapatkan hal-hal ini tanpa minyak. Untungnya China bisa mengimpor cukup banyak untuk menutupi kekurangannya itu. Namun, kebergantungannya pada komoditas asing hingga sebesar 40% dari seluruh kebutuhannya itu telah membuat China benar-benar terjebak dalam posisi sulit.
Dalam catatan lain disebutkan, dua puluh tahun lalu China menjadi negeri eksportir minyak terbesar di Asia Timur, yang sangat tergantung dengan negara lain. Tetapi saat ini, China telah menjadi importir minyak terbesar nomor dua di dunia. Pada 2004, China membukukan sekitar 31% dalam peningkatan permintaaan minyak dunia. Sehingga, naiknya harga minyak hingga diatas $60 per barel pada pertengahan 2005 bisa dibilang disebabkan oleh tingginya permintaan China.
Dengan liberalisasi perekonomiannya, lompatan besar China terbukti berhasil hanya dalam tempo sekitar tiga dasawarsa. Pertumbuhan ekonominya kini tercatat paling tinggi di dunia, ditambah surplus perdagangan yang luar biasa. Investasi asing mengalir deras. Dengan rakyat sekitar 1,3 miliar atau 20% dari penduduk dunia, ditambah ongkos tenaga kerja yang murah, China merupakan pasar yang sangat menggiurkan. China is the hottest business and investment story on the planet, demikian majalah Time dalam suatu artikelnya dua tahun lalu. Ungkapan tersebut kini semakin nyata. Peningkatan pertumbuhan ekonomi China pada akhirnya mempengaruhi tatanan ekonomi global. Menurut Biro Statistik China pada 19 April 2007, di triwulan pertama 2007 ekonomi China tumbuh 11,1 %, dengan cadangan devisa mencapai 1.2 trilliun dollar AS. Selain itu surplus perdagangan China pada bulan Mei 2007 mencapai 22,45 miliar dolar AS, atau naik 73 % dibanding tahun sebelumnya dan tertinggi kedua setelah surplus pada bulan Februari yang mencapai 23,7 miliar dolar AS.
SEZ di China
Terciptanya Special Economic Zone (SEZ) sebagai surga investasi baru memang tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah China mengembangkan kawasan ekonomi khusus di beberapa provinsi. Strategi ini sesungguhnya sudah dilakukan di China yang sebelumnya belajar dari Singapura. Dalam paper China’s Special Economic Zones: Five Years After An introduction di Asian Journal of Public Administration terbitan 13 Sepetembr 2005, yang ditulis oleh Chung-Tong Wu, seorang pembantu professor di Department of Town and Country Planning, University of Sydney, disebutkan bahwa, konsep SEZ di China dibangun seperti membangun sarang burung Walet. Konstruksi fisik bangunan dirancang sedemikian rupa agar burung-burung itu lebih dulu dirangsang dengan bunyi-bunyian agar tertarik membuat sarang di dalam bangunan tersebut.
Bangunan-bangunan ini yang pertama kali muncul dan merebak di mana-mana. Ibarat membangun sarang untuk menarik burung, kota-kota di seluruh daratan China dirancang untuk menarik penanaman modal yang tidak hanya dicerminkan oleh berbagai kemudahan regulasi, prasarana dan sarana pembangunan bagi investasi dan lainnya, tetapi juga kesiapan berbagai kota di daratan China dalam memberikan kenyamanan maupun kemudahan orang-orang asing (khususnya) untuk menanamkan uangnya. Wu melaporkan, akibat kemajuan ekonomi yang tumbuh 9% berturut-turut dalam kurun waktu dua dekade, muncul juga kebutuhan di kalangan kelas menengah untuk menikmati arti kemajuan dan kesejahteraan ekonomi. Dengan demikian, tidak mengherankan jika ratusan pekerja terlihat sibuk di berbagai proyek bangunan dan prasarana umum di berbagai kota. China kemudian menjadi sebuah negara yang paling sibuk dalam pembangunan. Dan, pembangunan berbagai wilayah di seantero daratan China ditujukan untuk mengekspresikan kemajuan-kemajuan yang selama ini dicapai trickle down effect (TDE). Dalam konteks SEZ, landasan teori yang dianggap cukup tepat menggambarkannya adalah penjelasan atas tiga model pembangunan.
Model pembangunan yang tepat untuk mendeskripsikan SEZ adalah model yang berorientasi pada pertumbuhan (economic growth), dalam hal ini meningkatkan pertumbuhan investasi asing dengan melahirkan kawasan-kawasan ekonomi khusus. Model ini menjelaskan kenaikan pendapatan nasional dalam jangka waktu misal per tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, proses pembangunan menjadi terpusat pada produksi, antara lain melalui, akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan SDM. Peningkatan tenaga kerja baik secara kuantitas maupun kualitas. Kemajuan teknologi yakni cara baru untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tradisional. Dalam konsep economic growth, maka trickle down effect (TDE) menjadi sasaran utama karena menyebabkan rembesan kemakmuran ke bawah. Misalnya, investor yang diberikan kemudahan fasilitas pajak atau perizinan akan membangun kawasan-kawasan industri yang menyerap ribuan tenaga kerja. Setelah itu rembesan akan menghidupkan kawasan sekitar dengan hidupnya sektor-sektor ekonomi informal, seperti warung, tukang ojek, atau rumah kontrakan. TDE ini juga akan merembet terhadap munculnya sub-sub industri yang menyuplai langsung kebutuhan kawasan-kawasan industri. Penciptaan kawasan-kawasan pertumbuhan ini pada akhirnya melahirkan perputaran uang dalam volume yang besar.(diolah dari berbagai sumber)

Comments :

0 komentar to “BERMIMPI MENJADI CHINA KEDUA