WAWANCARA DENGAN REKTOR UMP
H.M. IDRIS, SE.,Ms.i
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Kabinet Bersatu, Prof.Dr.Bambang Sudibyo menggulirkan program terhadap pentingnya penguasaan skill bagi almunus setingkat SLTA. Gagasan itu tertuang pada pentingnya penambahan jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi 70% dan Sekolah Menengah Umum (SMU) menjadi 30%. Target dari program ini untuk mengurangi jumlah pengangguran, terutama para alumnus setingkat SLTA. Lantas bagaimana tanggapan Rektor Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP), H.M.Idris, SE.,M.Si terhadap gagasan ini? Berikut wawancara Yusron Masduki dan Imron Supriyadi, dari PReSTASI gemilang. Petikannya.
Mendiknas menyatakan tentang perlunya penambahan jumlah persentase SMK 70% dan SMU 30%. Komentar anda?
Sebelum muncul ide itu, dulu kita kenal dengan beberapa sekolah yang sudah mengarah pada spesialisasi keilmuan. Ada Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah Guru Oleh Raga (SGO), ada Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) dan lain sebagainya. Tetapi ketika para alumnus sekolah-sekolah itu kemudian tidak bisa tertampung dalam dunia kerja, maka yang terjadi kemudian jumlah pengangguran semakin banyak. Nah, pemerintah sepertinya tidak ingin jumlah pengangguran ini terus bertambah, sehingga beberapa sekolah kejuruan dikurangi, bahkan kemudian ditutup. Yang ada hanya SMA menjadi SMU yang sifatnya umum, dengan harapan setelah SMA mereka melanjutkan ke perguruan tinggi dalam meningkatkan skill supaya mampu bersaing dalam dunia kerja.
Tentang gagasan Mendiknas tadi bagaimana?
Ya, saya sepakat dengan gagasan itu. Tetapi yang perlu dibenahi adalah, bagaimana materi atau kurikulum di dalam SMK itu yang mesti dititikberatkan pada penguasaan skill di bidangnya masing-masing.
Maksudnya?
Begini, kalau memang Mendiknas sudah menggulirkan program ini, yang perlu diperhatikan bagaimana muatan pelajaran di SMK itu sudah mengarah pada penciptaan siswa yang kreatif dan kemandirian setelah mereka selesai. Maksud saya, di SMK itu mata pelajarannya tidak harus seperti di SMU atau SMA. Misalnya, kalau di SMK khusus bidang elektronik, listrik ya cukup diberi materi dan pelajaran tentang bagaimana bisa menguasai bidang elektronik dan listrik. Tidak perlu ada pelajaran kimia, biologi dan beberapa pelajaran yang tidak ada hubungannya dengan jurusan mereka. Jurusan mesin juga begitu, pelajarannya fokus saja tentang pengetahuan mesin, otomotif juga begitu, berikan materi kepada siswa SMK yang memang dapat memberi bekal keilmuan yang lebih spesifik pada jurusannya masing-masing. Sehingga, ketika mereka keluar dari SMK akan benar-benar menguasai sekaligus dapat menerapkan ilmu yang mereka dapatkan dari sekolah. Makanya, menurut saya yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana mengembalikan porsi SMK pada spesialisasi keilmuan atau pelajaran yang langsung menjurus pada masing-masing kahlian yang diminati siswa tadi.
Dengan gagasan ini, menurut anda apakah ada jaminan akan dapat mengurangi jumlah pengangguran?
Selama gagasan Mendiknas ini tidak diikuti dengan pembenahan materi, maksud saya tidak diikuti dengan mengembalikan porsi SMK dengan materi dan kurikulum yang menjurus pada spesialisasi keilmuan bagi siswa, saya tidak bisa menjamin jumlah pengangguran itu berkurang. Tetapi kalau kemudian gagasan ini diimbangi dengan perubahan kurikulum di SMK dan menitikberatkan pada bidang keilmuan di semua jurusan, saya yakin dengan gagasan ini jumlah pengangguran ke depan bisa berkurang. Jadi, kalau memang gagasan Mendiknas ini akan dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pengangguran, ya SMK harus ada perubahan kurikulum, jangan hanya berubah bungkusnya saja, tetapi isinya tidak dibenahi, itu tidak ada artinya.
Setelah selesai, sebagian alumnus SMK tidak cukup punya modal untuk membuka usaha. Padahal diantara sebagian mereka tidak sedikit yang siap membuka bengkel atau usaha, tetapi karena keterbatasan modal mereka masih menganggur. Bagaimana solusinya?
Ya. Ini juga sangat dilematis. Di satu sisi mereka memiliki skill. Tetapi di sisi lain mereka tidak punya modal. Ini memang realitas yang mesti dihadapi oleh banyak pihak. Bukan saja alumnus SMK itu sendiri, tetapi juga bagi pemerintah. Tetapi sekarang kan sudah banyak bantuan dari beberapa perusahaan, instansi terkait yang dapat memberi pinjaman dana bergulir. Nah, ini bisa dimaksimalkan.
Menurut anda bentuknya hibah atau pinjaman?
Bukan. Bukan hibah. Tetapi yang namanya dana bergulir itu sifatnya pinjaman. Dengan cara ini si peminjam ada tanggungjaab untuk mengembalikan. Dan satu hal yang perlu diberitahu pada si peminjam adalah, bagaimana si peiminjam diberitahu kalau tidak mengembalikan akan dapat merugikan orang lain, karena setelah ini masih ada lagi yang menunggu pinjaman. Dengan cara ini, setiap alumunus SMK yang diberi dana bergulir punya beban tanggung jawab untuk mengembalikan, karena kalau tidak mengembalikan sama halnya merugikan temannya sendiri.
Untuk memenuhi persaingan pasar, apa yang mesti dilakukan bagi para pengelola SMK?
Tentu perubahan kurikulum yang saya sebut tadi. Selanjutnya, menyiapkan semua perangkat, alat praktik yang memadai. Ini terkait erat dengan tujuan materi di SMK itu sendiri, yaitu mendidik siswa agar mereka memiliki keahlian tertentu. Dan ini tidak bisa sekedar teori tetapi harus praktik langsung. Untuk melakukan praktik kerja ini jelas, di SMK wajib memiliki ruang khusus, paralatan dan ruang praktik yang dapat mendorong penguasaan siswa terhadap bidang di masing-masing jurusan. Dan semua perangkat itu biayanya tidak murah.(*)
“SMK, JANGAN HANYA BERUBAH BUNGKUS”
Label:
WICARA (Agustus 2009)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar